Keyakinan seseorang pada agamanya memang seringkali menunjukkan perbedaan, bahkan seringkali agama yang mereka yakini itu diluar logika kita. Seperti yang satu ini, sebuah kelompok atau aliran yang menamakan dirinya dengan Ahad Soht meyakini jika Allah berada satu level di bawah Tuhan. Aliran yang berada di Dusun Laiya, Desa Mattajang, Kecamatan Cenrana, Maros, Sulawesi Selatan, Indonesia ini dikhawatirkan oleh Majelis Ulama Indonesia akan menimbulkan dampak. Aliran yang baru 3 bulan berdiri tersebut dipimpin oleh Aha’ Daeng Kulle dan kini mereka sudah mempunyai penganutnya lebih dari 50 orang.
Menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Sahabuddin Hamid mengatakan bahwa hal tersebut harus segera ditangani agar ajarannya tidak terus berkembang. Sahabuddin menilai aliran Ahad Soht adalah sesat dan sudah jauh melenceng dari syariat islam. Menurutnya, cara ibadah mereka sangat janggal, seperti membaca Al Fatihah secara tidak lengkap dan bercampur dengan bahasa Makassar. Masih banyak cara yang mereka lakukan untuk beribadah seperti cara beribadah mereka yang diam bersemedi sambil bergoyang-goyang dan meraung-raung. Bahkan, aliran ini juga hanya mewajibkan dua kali salat, yakni dzuhur dan ashar.
Kejanggalan tersebut masih belum seberapa menurut Sahabuddin. Ada yang lebih sesat lagi yaitu mereka meyakini jika masih ada Tuhan di atas Allah dan melarang jemaahnya untuk membaca Al Quran. “Ini sudah sangat kelewatan,” ujar Sahabuddin geram. Karena itu, Sahabuddin meminta kepolisian setempat untuk segera turun tangan, karena aliran ini sudah meresahkan warga dan Sahabuddin meminta kepada pemimpin Ahad Soht untuk segera menghentikan ajarannya dan tidak menyebarluaskannya.
Desa Laiya terletak di pelosok Kabupaten Maros, arah menuju Kabupaten Bone. Untuk sampai ke daerah itu, paling tidak perlu menempuh sekitar empat jam. Dua jam berkendaraan dari Kota Kabupaten Maros, dan dilanjutkan berjalan kaki sekitar dua jam lagi. Orang yang ingin menuju kampung itu harus menyusuri bukit terjal yang berliku.
Menurut Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Sahabuddin Hamid mengatakan bahwa hal tersebut harus segera ditangani agar ajarannya tidak terus berkembang. Sahabuddin menilai aliran Ahad Soht adalah sesat dan sudah jauh melenceng dari syariat islam. Menurutnya, cara ibadah mereka sangat janggal, seperti membaca Al Fatihah secara tidak lengkap dan bercampur dengan bahasa Makassar. Masih banyak cara yang mereka lakukan untuk beribadah seperti cara beribadah mereka yang diam bersemedi sambil bergoyang-goyang dan meraung-raung. Bahkan, aliran ini juga hanya mewajibkan dua kali salat, yakni dzuhur dan ashar.
Kejanggalan tersebut masih belum seberapa menurut Sahabuddin. Ada yang lebih sesat lagi yaitu mereka meyakini jika masih ada Tuhan di atas Allah dan melarang jemaahnya untuk membaca Al Quran. “Ini sudah sangat kelewatan,” ujar Sahabuddin geram. Karena itu, Sahabuddin meminta kepolisian setempat untuk segera turun tangan, karena aliran ini sudah meresahkan warga dan Sahabuddin meminta kepada pemimpin Ahad Soht untuk segera menghentikan ajarannya dan tidak menyebarluaskannya.
Desa Laiya terletak di pelosok Kabupaten Maros, arah menuju Kabupaten Bone. Untuk sampai ke daerah itu, paling tidak perlu menempuh sekitar empat jam. Dua jam berkendaraan dari Kota Kabupaten Maros, dan dilanjutkan berjalan kaki sekitar dua jam lagi. Orang yang ingin menuju kampung itu harus menyusuri bukit terjal yang berliku.
sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar