26 Jan 2011

Saudi Arabia Kini Kembangkan Nuklir

 
Menteri Perminyakan Saudi Arabia Ali al-Naimi menuturkan jika tingginya permintaan minyak mentah dalam negeri bisa membuat ekspor minyak negaranya menurun. Untuk itu, dia mengatakan agar dikembangkan penggunaan nuklir dan energi terbarukan lainnya.

“Kami sudah mulai mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memanfaatkan beberapa sumber energi lokal, seperti energi matahari dan nuklir tertentu,” katanya dalam konferensi di Riyadh seperti dikutip dari AFP, Selasa (25/1/2011).

Arab Saudi sebanarnya memiliki cadangan minyak terbesar saat ini. Pada bulan November 2010, Naimi mengatakan Arab Saudi memiliki cadangan hingga 264 miliar barel, dan negara tersebut mampu memasok minyak mentah untuk 80 tahun ke depan pada tingkat produksi saat ini.

Saat ini Arab Saudi mengantisipasi naiknya permintaan energi dalam negerinya, yang kira-kira dalam 20 tahun kedepan akan adanya peningkatan konsumsi minyak dalam negeri menjadi sekira delapan juta barel per hari.

“Permintaan untuk listrik terus meningkat hingga 40 gigawatt pada 2010, dan diperkirakan akan mencapai 120 gigawatt pada 2032,” kata Hashem Yamani, direktur King Abdullah City Atomic and Renewable Energy Hashem Yamani.

Pada saat yang sama, Hashem Yamani mengatakan, permintaan dalam negeri untuk minyak, saat ini sekitar 3,2 juta barel per hari, bisa meningkat menjadi delapan juta barel per hari pada tahun 2028.

“Hal ini pada akhirnya akan membatasi kapasitas ekspor. Itulah sebabnya kami bertekad untuk mengubah sebuah negara yang hanya bergantung pada energi minyak beralih ke sumber energi yang lainnya, seperti energi nuklir dan energi matahari. Jadi kita dapat menghemat minyak dan menyimpannya untuk ekspor,” kata Yamani.

Untuk itu, pemerintah harus bisa menghasilkan energi alternatif seperti tenaga angin, energi matahari dalam waktu delapan sampai 10 tahun dan energi nuklir pada tahun 2020.

“Kami pun melakukan pembicaraan dengan semua negara yang telah menggunakan energi nuklir, seperti Korea, Inggris, Amerika, Jepang dan Perancis. Termasuk kelompok bisnis Perancis Areva, yang merupakan pemain utama dalam industri nuklir global,” imbuhnya.

Areva chief executive Anne Lauvergeon, yang berada di Riyadh untuk menjelajahi kebutuhan lokal, dan menekankan bahwa Arab Saudi adalah sebuah pasar yang penting. Selama kunjungannya, Lauvergeon menandatangani perjanjian dengan Saudi Bin Laden Group pada kerjasama di bidang energi matahari dan nuklir.

“Kami sangat sensitif terhadap perkembangan energi di Arab Saudi, di mana ada kemauan untuk bergerak ke arah tenaga nuklir,”kata Lauvergeon di Riyadh.

“Rencana pembuatan energi alternatif antara bahan bakar fosil dan energi terbaru yang gagal, seperti gagasan bahwa akan ada satu energi (sumber) alternatif yang sangat dibutuhkan. Dunia membutuhkan energi alternatif untuk menggantikan energi minyak yang akan terus berkurang saat ini,”katanya.

Dia mengatakan bahwa Areva berkembang dengan bantuan perusahaan petrokimia raksasa asal Saudi, Saudi Aramco, dalam sebuah proyek percontohan pada energi panas matahari untuk mengevaluasi teknologi yang dilakukan di Universitas Sains dan Teknologi Universitas King Abdullah.

Dia mengatakan bahwa Areva juga mengusulkan pembangkit tenaga listrik dapat menggunakan minyak atau batu bara dengan sistem di campur seperti beberapa perusahaan Australia yang pernah mencobanya.

Arab Saudi telah menandatangani persetujuan kerjasama teknologi nuklir untuk bahan bakar pengganti energi minyak dengan Amerika Serikat pada tahun 2008, dan telah mengadakan pembicaraan pula dengan Perancis dan Rusia dalam perjanjian serupa. Pemerintah Arab Saudi menyetujui rencana perjanjian penggunaan teknologi nuklir sebagai energi alternatif dengan Rusia pada bulan Oktober 2010, dan pada bulan Juli menyepakati perjanjian dengan Perancis.

sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

suka artikel ini